1 Prinsip dan Peran Trafo Arus Elektronik
1.1 Prinsip Kerja ECT
Trafo Arus Elektronik (ECT) adalah perangkat kunci untuk mengelola operasi sistem tenaga listrik yang aman, mengubah arus besar menjadi sinyal arus kecil yang dapat dikelola untuk pengukuran dan kontrol. Berbeda dengan trafo tradisional (yang bergantung pada interaksi medan magnet langsung antara gulungan primer dan sekunder), ECT menggunakan sensor (misalnya, sensor efek Hall) untuk mendeteksi perubahan medan magnet dari gulungan primer. Sensor-sensor ini mengeluarkan sinyal analog (proporsional terhadap arus primer) untuk diproses oleh rangkaian elektronik (pengerasan, penyaringan, atau digitalisasi). ECT modern sering mengeluarkan sinyal digital untuk digunakan langsung oleh sistem perlindungan, pengukuran, dan kontrol. ECT unggul dibandingkan trafo elektromagnetik tradisional dalam hal akurasi, rentang dinamis, dan kecepatan respons, sambil lebih kecil, lebih ringan, dan memungkinkan pemrosesan/komunikasi data canggih.
1.2 Peran ECT dalam Sistem Tenaga Listrik
ECT menyediakan pengukuran arus berpresisi tinggi yang kritis untuk pemantauan, kontrol, dan perlindungan sistem tenaga listrik (misalnya, mencegah overbeban/korsleting). Mereka menjamin keselamatan peralatan/personil dan mengurangi pemadaman listrik. Untuk pengukuran/pembayaran, akurasi ECT memastikan penentuan harga listrik yang adil pada garis tekanan tinggi/arus besar. Data yang akurat juga membantu mengoptimalkan efisiensi dan stabilitas sistem.
1.3 Struktur Rangkaian Sekunder
Rangkaian sekunder ECT (komponen inti) mencakup sensor (misalnya, efek Hall), rangkaian pemrosesan sinyal, konverter analog-ke-digital (ADC), dan antarmuka komunikasi. Komponen-komponen bekerja bersama untuk penangkapan/transmisi sinyal yang akurat. ECT modern memiliki fitur diagnosis sendiri untuk memonitor kinerja/kelainan, menyesuaikan diri dengan permintaan sistem tenaga listrik yang lebih cerdas.
2 Jenis Kelainan Rangkaian Sekunder pada ECT
2.1 Kelainan Putus Sirkuit
Disebabkan oleh kabel putus, sambungan longgar, atau isolasi yang menua, kelainan putus sirkuit mengganggu aliran arus, menyebabkan pengukuran tidak normal (misalnya, nol/rendah). Ini berisiko tindakan perlindungan/kontrol yang salah, mengancam keselamatan sistem.
2.2 Kelainan Korsleting
Terjadi ketika ada koneksi konduktor yang tidak disengaja (misalnya, kerusakan isolasi) yang menyebabkan lonjakan arus tajam, berisiko overheating/percikan api pada peralatan. Mereka mengganggu stabilitas sistem, berpotensi merusak perangkat atau memicu kelainan perlindungan.
2.3 Kelainan Tanah
Muncul dari tanah rangkaian sekunder yang tidak tepat (misalnya, kegagalan isolasi). Mereka mengubah jalur arus, menyebabkan kesalahan pengukuran, kelainan perlindungan, atau sengatan listrik (berbahaya untuk perawatan).
2.4 Kelainan Overload
Terjadi ketika arus melebihi kapasitas desain (misalnya, karena anomali sistem). Overload menyebabkan overheating komponen, degradasi isolasi, atau kerusakan peralatan. Dapat diidentifikasi melalui pemantauan arus/suhu, mereka berisiko kerusakan jangka panjang pada sistem.
2.5 Gangguan Interferensi Suara Elektrik
Dari sumber eksternal/internal (misalnya, EMI, RFI), gangguan suara mengacak-acak sinyal, menyebabkan kesalahan pengukuran atau kelainan sistem perlindungan (misalnya, pemadaman tidak perlu).
2.6 Kelainan yang Dipengaruhi Suhu
Suhu ekstrem mengganggu kinerja: panas tinggi merusak semikonduktor/isolasi (meningkatkan risiko korsleting); suhu rendah merusak komponen. Ini menyebabkan kesalahan pengukuran atau kelainan perlindungan.
2.7 Kelainan Korosi/Penuaan
Degradasi komponen secara bertahap (kabel, isolasi) karena faktor lingkungan (misalnya, kelembaban, bahan kimia) mengurangi kinerja listrik, meningkatkan risiko korsleting/tanah.
3 Metode Diagnosa Online untuk Kelainan Rangkaian Sekunder ECT
3.1 Pengambilan Sinyal
Bergantung pada sensor (misalnya, efek Hall/trafo arus) dan ADC. Sensor efek Hall mengukur arus tanpa invasif, memastikan keamanan/akurasi. ADC mengubah sinyal analog menjadi bentuk digital untuk diproses. ADC berkecepatan tinggi menangkap perubahan sinyal yang halus, memungkinkan deteksi kelainan yang cepat.
3.2 Analisis Domain Waktu
Melibatkan analisis gelombang/statistik. Analisis gelombang memeriksa ketidaknormalan (misalnya, asimetri/spike, menunjukkan kegagalan komponen). Analisis statistik (misalnya, rata-rata/deviasi standar) mengidentifikasi stabilitas/distribusi sinyal, menandai fluktuasi yang disebabkan kelainan.
3.3 Deteksi Kelainan Berbasis Model
Deteksi ambang batas menggunakan batas yang ditetapkan untuk memicu alarm untuk sinyal abnormal (berdasarkan data historis/pengetahuan ahli). Perbandingan model (lanjutan) membandingkan data real-time dengan model sistem "sehat", mendeteksi deviasi untuk diagnosis kelainan yang tepat.
3.4 Penentuan Lokasi Kelainan Berbasis Pengetahuan
Analisis Pohon Kelainan (FTA) memetakan logika kelainan untuk mengidentifikasi penyebab utama melalui analisis sub-kelainan hierarkis. Sistem ahli (mensimulasikan keahlian manusia) menggunakan aturan (data historis/pengetahuan sebelumnya) untuk penentuan lokasi kelainan yang tepat, menangani skenario kompleks.
3.5 Pemantauan Imej Termal
Imager termal inframerah mendeteksi panas abnormal (misalnya, dari overload/isolasi yang menua) pada ECT. Non-invasif dan real-time, mereka memungkinkan diagnosis kelainan yang aman tanpa mengganggu operasi. Dikombinasikan dengan metode lain, mereka meningkatkan akurasi (mengatasi keterbatasan seperti kelainan non-suhu).
Catatan Penting
ECT menawarkan keunggulan dibandingkan trafo tradisional tetapi menghadapi kelainan rangkaian sekunder (misalnya, putus/korsleting, suara). Diagnosa online (pengambilan sinyal, analisis domain waktu, metode berbasis model/pengetahuan, imaj termal) memastikan operasi yang andal, menyesuaikan diri dengan permintaan sistem tenaga listrik modern.